Setelah libur Hari Raya Nyepi Rabu kemarin, rupiah langsung menguat 1,52% ke Rp 16.200/US$ begitu perdagangan hari ini dibuka. Dengan penguatan tersebut rupiah menjadi juara alias yang terbaik dibandingkan mata uang utama Asia lainnya.
Tetapi sayangnya posisi tersebut gagal dipertahankan, penguatan rupiah terpangkas dan mengakhiri perdagangan di level Rp 16.275/US$ atau menguat 1,06% di pasar spot melansir data Refinitiv.
Hingga pukul 16:43 WIB, rupiah hanya kalah dari rupee India yang menguat 1,35% dan ringgit Malaysia dengan penguatan 1,3%. Itu artinya rupiah menjadi juara ketiga pada hari ini, mengulangi prestasi pada perdagangan Selasa lalu.
Membaiknya sentimen pelaku pasar menjadi pemicu penguatan rupiah dan mata uang Asia lainnya.
Seperti diketahui sebelumnya, pada Selasa lalu Pemerintah dan Senat AS telah mencapai kata sepakat untuk mengucurkan stimulus senilai US$ 2 triliun, yang dikatakan terbesar sepanjang sejarah. Stimulus tersebut bahkan dua kali lipat lebih besar dari nilai perekonomian Indonesia.
Kesepakatan tersebut kini masih dalam tahap Rancangan Undang-Undang (RUU) dan harus di-voting di Kongres AS, sebelum ditandatangani Presiden AS, Donald Trump.
Dengan gelontoran stimulus tersebut, perekonomian Negeri Paman Sam diharapkan masih bisa berputar meski sedang mengalami pandemi virus corona (COVID-19), dan akan berakselerasi kencang begitu COVID-19 berhasil dihentikan.
Ketika sentimen pelaku pasar membaik, maka aset-aset berimbal hasil tinggi kembali menjadi target investasi, rupiah pun mendapat rejeki.
Membaiknya sentimen pelaku pasar tercermin dari rally bursa global dalam dua hari beruntun, hingga Rabu kemarin, dan disusul Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini.
IHSG pada hari ini melesat 10,19% mengakhiri perdagangan di level 4.388,904. Persentase kenaikan IHSG hari ini merupakan yang terbesar sejak 8 Juni 1999. Berdasarkan data dari RTI, investor asing melakukan aksi beli bersih Rp 670,13 miliar di pasar reguler dan non-reguler
Sementara di pasar obligasi, yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun turun 4,7 basis poin (bps) menjadi 8,275%.
Sebagai informasi, pergerakan yield berbanding terbaik dengan harganya, ketika yield naik berarti harga sedang turun, sebaliknya ketika yield turun artinya harga sedang naik. Ketika harga naik, itu berarti sedang ada aksi beli di pasar obligasi.
Pergerakan seperti ini sudah terjadi di awal tahun ini, ketika kesepakatan dagang AS-China membuat sentimen pelaku pasar membaik, outlook perekonomian tahun ini jadi lebih bagus dibandingkan tahun lalu, capital inflow mengalir deras ke RI dan rupiah menjadi mata yang terbaik di dunia setelah menguat lebih dari 2% di bulan Januari.
"lanjut" - Google Berita
March 26, 2020 at 05:33PM
https://ift.tt/2WKB5Fy
Juara 3 Lagi di Asia, Rupiah Bisa Lanjut Menguat Besok? - CNBC Indonesia
"lanjut" - Google Berita
https://ift.tt/2QdynGZ
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Juara 3 Lagi di Asia, Rupiah Bisa Lanjut Menguat Besok? - CNBC Indonesia"
Post a Comment